Fashion

Bos Pengusaha Terangkan Fenomena Kelas Menengah-Kaya RI yang Gemar Belanja di Thailand

The Berkshire Mall – Kelas menengah-kaya Indonesia semakin gemar belanja di Thailand. Fenomena ini menjadi sorotan dari Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Merek Global Indonesia (APREGINDO), Handaka Santosa. Menurut Handaka, tingginya biaya impor dan berbagai hambatan dalam perdagangan barang impor resmi di Indonesia menjadi salah satu faktor utama yang mendorong konsumen Indonesia, khususnya kalangan atas, untuk berbelanja di luar negeri. Ia menjelaskan bahwa persaingan bukan hanya antar merek, tetapi juga antar negara, yang membuat Thailand menjadi tujuan favorit bagi banyak konsumen Indonesia yang ingin membeli barang-barang global dengan harga lebih kompetitif.

Impor Ilegal dan Implikasi Terhadap Industri Domestik

Dalam pembahasannya, Handaka juga menyoroti permasalahan impor ilegal yang semakin meresahkan industri dalam negeri. Barang-barang impor ilegal yang masuk ke Indonesia tanpa memenuhi standar seperti SNI atau tanpa bea masuk, membuat produk lokal dan UKM terancam. Handaka menekankan bahwa barang ilegal ini tidak hanya merugikan persaingan pasar domestik tetapi juga mengurangi pendapatan negara karena tidak dikenakan pajak. “Barang-barang ilegal ini masuk tanpa bea masuk, tanpa memenuhi peraturan yang ada, dan ini merugikan negara,” ujar Handaka.

Hal ini menciptakan ketidakadilan bagi produk-produk lokal yang seharusnya mendapatkan perlindungan lebih. Bahkan, barang-barang ilegal ini dapat mematikan daya saing produk dalam negeri yang seharusnya mendapat perlakuan lebih adil dalam pasar domestik.

“Baca juga: 4 Pilihan Destinasi Wisata Murah untuk Liburan Akhir Tahun yang Seru”

Biaya Impor yang Membuat Barang Indonesia Tidak Kompetitif

Di sisi lain, Handaka juga menyoroti beban pajak dan biaya yang harus dibayar oleh barang-barang impor resmi yang masuk ke Indonesia. Barang-barang global bermerek yang seringkali dibeli oleh kalangan kelas menengah-atas ini dikenakan biaya tinggi. Dimulai dari bea masuk 25%, PPN impor 11%, hingga PPh impor sebesar 7,5%. Total pajak dan biaya yang dikenakan pada barang impor mencapai sekitar 43,5%. Hal ini lah yang membuat harga barang jadi lebih tinggi dibandingkan dengan negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia.

Handaka mengungkapkan bahwa tingginya biaya impor ini membuat barang-barang tersebut tidak dapat bersaing dengan harga barang yang ada di luar negeri, seperti di Thailand. “Barang-barang ini tidak bisa bersaing di pasar Indonesia karena harga yang lebih mahal. Banyak konsumen kelas atas Indonesia yang akhirnya memilih berbelanja di luar negeri, terutama di Thailand,” katanya. Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan dalam persaingan yang terjadi antar negara, yang memengaruhi pola belanja konsumen Indonesia.

Pembatasan Kuota Impor Resmi yang Menghambat Pasar Domestik

Selain masalah biaya, Handaka juga menyoroti adanya pembatasan kuota impor yang ditetapkan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag). Pembatasan ini membuat ruang bagi pedagang barang impor resmi menjadi semakin sempit, dan mereka kesulitan untuk memenuhi permintaan pasar domestik. “Setiap barang yang diimpor itu ada pembatasannya. Semua sudah diketatkan, dinaik-naikkan, dibatasi, sementara barang ilegal tetap masuk tanpa kontrol,” ungkap Handaka.

Kebijakan ini membuat pasar domestik semakin terbatas, sementara barang ilegal bisa bebas masuk tanpa ada pengawasan yang memadai. Hal ini menambah kesulitan bagi pedagang barang impor legal untuk bersaing, dan menyebabkan konsumen Indonesia memilih untuk berbelanja di luar negeri, di mana barang-barang tersebut lebih mudah didapat dengan harga yang lebih terjangkau.

“Simak juga: Liburan Hemat ke Thailand: Estimasi Biaya 3 Hari 2 Malam ala Backpacker”

Harapan untuk Kebijakan Impor yang Lebih Bijak

Handaka berharap pemerintah dapat lebih bijak dalam mengatur kebijakan impor, baik itu untuk barang ilegal maupun barang impor resmi. Menurutnya, kebijakan ini harus memastikan perlindungan yang lebih baik bagi produk lokal tanpa menghambat pasar barang impor yang dapat melengkapi kebutuhan konsumen domestik. “Saya berharap pemerintah dapat mempelajari kebijakan ini lebih mendalam, sehingga tidak hanya mengontrol impor tetapi juga melindungi produk lokal secara efektif,” tutup Handaka.

Dengan perubahan kebijakan yang lebih bijak, diharapkan dapat tercipta persaingan yang sehat antara produk lokal dan impor. Hal ini juga memberikan kemudahan bagi konsumen Indonesia dalam mendapatkan barang-barang berkualitas dengan harga yang kompetitif.